IDIOM BAHASA JEPANG YANG MENGGUNAKAN
NAMA HEWAN
動物 使う日本語 慣用句
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Syarat Mencapai Gelar Sarjana Strata 1
dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh :
Retno Dyah Permatasari
NIM 13050113120023
PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
IDIOM BAHASA JEPANG YANG MENGGUNAKAN
NAMA HEWAN
動物 使う日本語 慣用句
Skripsi
Diajukan sebagai salah syarat mencapai gelar Sarjana Strata 1
Dalam bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh :
Retno Dyah Permatasari
NIM 13050113120023
PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan sebenarnya, penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun tanpa
mengambil bahan hasil penelitian baik untuk memperoleh suatu gelar sarjana atau
diploma yang sudah ada di universitas lain maupun hasil penelitian lainnya. Penulis
juga menyatakan bahwa skripsi ini tidak mengambil bahan dari publikasi atau
tulisan orang lain kecuali yang sudah disebutkan dalam rujukan dan dalam Daftar
Pustaka. Penulis bersedia menerima sanksi jika terbukti melakukan plagiasi /
penjiplakan.
Semarang, Septermber 2017 Penulis
MOTTO
JADILAH DIRIMU SENDIRI UNTUK BISA MENJADI APA YANG
KAMU INGINKAN
ADA ALASAN UNTUK BAGAIMANA DIRIMU BISA MENJADI KUAT
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya pesesembahkan untuk :
1. Mama dan papa yang selalu percaya bahwa skripsi ini akan selesa pada
waktunya.
2. Dimas dan arum karena telah menjadi adik adik yang mendukung
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah
dan rahmat yang telah diberika juga untuk hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
program Strata 1 Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.
Penulis menyadari dalam proses penulisan skrips yang berjudul “Idiom Bahasa
Jepang yang Mengunakan Nama Hewan” ini mengalami banyak kesulitan. Namun
berkat bimbingan dari dosen pembimbing, serta kerja sama dan dukungan dari
berbagai piha, maka kesulitan-kesulitan tersebut dapat diatasi.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih
atas segala bimbingan, bantuan, dan dukungan dalam penulisan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Redyanto Noor, M. Hum selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Diponegoro Semarang.
2. Elizabeth Ika Hesti, ANR, SS, M. Hum selaku Ketua Jurusan Sastra Jepang
Unviversitas Diponegoro Semarang.
3. Yuliani Rahmah, S.Pd, M.Hum, selaku dosen wali yang selalu memberi
4. S.I Trahutami, S.S., M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan saya.
5. Seluruh Dosen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
Semarang yang telah membagikan ilmunya.
6. Teman-teman seperjuangan yang selalu menunggu utami sensei
7. Seluruh staf perpustakan dan staf administasi Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Diponegoro, yang telah membantu kelancaran dan kelengkapan
administrasi selama kuliah, khusus mas Indra admin Jurusan Sastra Jepang.
8. Papa dan mama yang selalu memberikan dukungan dan doanya dalam
segala hal, dan kedua adekku terima kasih.
9. Begal hitzz yang selalu mengisi hari-hari di waktu kuliah, Diah, Aiwa, Jaja,
Seina, Eka, Mei. Terima kasih karena telah mengajarkan banyak hal dan
selalu mendukung
10. Rembun rangers keluarga baru yang pernah tinggal 42 hari bersama di desa
rembun, kec siwalan, kab Pekalongan. Yang memberi pengalaman baru dan
kenangan dalam hidup
11. Ulil Albab orang selalu mendukung tanpa lelah. Terimakasih karena telah
menjadi seseorang dalam hidup saya.
12. Dan terakhir semua teman-teman Sastra Jepang 2013. Terima kasih karena
telah menjadi teman. Semoga kita selalu diberi kelancaran, kesehatan, dan
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata kesempurnaan. Untuk itu, penulis menerima kritik maupun saran yang sifatnya
membangun demi kebaikan bersama dan semoga tulisan ini bermanfaat.
Semarang, September 2017
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERSETUJAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
PRAKARTA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR SINGKATAN ... xii
INTISARI ... xiii
ABSTRACT ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang dan Permasalahan ... 1
1.1.1 Latar Belakang ... 1
1.1.2 Permasalahan ... 4
1.2 Tujuan Penelitian ... 5
1.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 5
1.4 Metode Penelitian... 5
1.4.1 Metode Pengumpulan Data ... 6
1.4.2 Metode Analisis Data ... 6
1.4.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 6
1.6 Sistematika Penulisan ... 8
BAB II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 9
2.1 Tinjauan Pustaka ... 9
3.1.1 Idiom Yang Berstruktur N+N ... 23
3.1.2 Idiom Yang Bestruktur N+V ... 24
3.1.3 Idiom Yang Berstruktur N+A ... 25
3.2 Makna Leksikal dan Makna Idiomatikal... 25
3.2.1 Idiom Hewan Yang Hidup di Darat ... 25
3.2.2 Idiom Hewan Yang Dapat Terbang ... 43
3.2.3 Idiom Hewan Yang Dapat Hidup di Air ... 53
DAFTAR SINGKATAN RJK : Reikai Jiten Kanyouku
AI : Animal Idiom
N : Nomina
V : Verba
INTISARI
Retno Dyah, 2017 “Idiom Bahasa Jepang yang Menggunakan Nama Hewan”. Skripsi Program S1 Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro. Dosen Pembimbing S.I. Trahutami, S.S., M.Hum
Pemasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah : 1. Apa saja idiom
bahasa Jepang yang menggunakan nama hewan dan masih digunakan sampai
sekarang?. 2. Bagaimana makna leksikal dan makna idiomatikal yang terbentuk
dari idiom yang mengunakan nama hewan?.
Tujuan dari penelitian ini ada dua. Pertama untuk mendeskripsikan makna
idiom yang terbentuk dari nama hewan, yang hingga sekarang masih sering
digunakan. Kedua untuk mengkaji makna idiomatikal yang terkandung dalam
idiom yang mengunakan nama hewan. Penulis memperoleh data dari buku Reikai
jiten kanyouku, Animal Idiom, dan 101 Japanese Idiom. Data tersebut dikumpulkan
dengan menggunakan Teknik catat. Kemudian untuk menganalisis struktur dan
makna idiomatikal penulis menggunakan data yang telah tersaji secara semantik.
Metode penyajian hasil analisis data mengunakan metode informal, yaitu
menyajikan hasil analisis dengan kata- kata.
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa idiom yang
menggunakan nama hewan dan masih sering digunakan sampai sekarang ada 39
idiom hewan.
ABSTRACT
Dyah, Retno. 2017. “Idiom Bahasa Jepang yang Mengunakan Nama Hewan”. Thesis Department of Japanese Literature. Faculty of Humanities. Diponegoro University. The Adivsor S.I. Trahutami, S.S., M.Hum.
The main matter of this research are: 1. What are the Japanese idioms that use animal names and are still used today. 2. How the meaning of lexical and meaning idiomatikal from idioms that use the name of animal.
The research has two purposes. First, to describes the meaning of idiom formed from animal names. Second to examine the idiomatic meaning and lexical meaning contained in idioms that use animal names. Author obtained the data from Reikai jiten kanyouku, Animal Idiom, and 101 Japanese Idiom book. Those data were collected using note taking technique. Then, to analyze structure and meaning of idiomatical authors using data that has been presented semantically. The method of presenting the results of data analysis in an informal method, which is presenting the results of analysis data with words.
Based on the data analysis, the result of this research shows idioms that use animal names and are still commonly used today there are 39 animals.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi yang telah disepakati oleh masyarakat
pengguna bahasa itu sendiri. “Bahasa adalah alat untuk menyampaikan sesuatu ide,
pikiran, hasarat keinginan kepada orang lain”(Sutedi,2003:2). Bahasa merupakan
salah satu identitas setiap daerah atau negara dan bahasa memiliki keunikan setiap
penggunanya.
Bahasa mempunyai keterikatan dalam kehidupan manusia. Dalam
kehidupan manusia kegiatan bermasyarakat itu selalu berubah, maka bahasa itu pun
ikut berubah, menjadi tidak tetap dan stabil. Bahasa adalah satu-satunya milik
manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia, sepanjang
keberadaan manusia itu sebagai makluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tidak
ada kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa.
Berbahasa atau menggunakan bahasa pada dasarnya adalah menggunakan
makna, oleh sebab itu, mempelajar bahasa termasuk di dalamnya makna-makna
yang sudah disepakti oleh penutur bahasa itu mempelajari bagaimana
menggabungkan setiap unsur bahasa yang memiliki makna menjadi suatu ungkapan
Seluk beluk bahasa dibahas dalam lingustik. Salah satu tataran lingustik
yaitu semantik, merupakan cabang lingustik yang mengkaji tentang makna.
Semantik memegang perang penting, karena yang digunakan dalam berkomunikasi
tidak lain hanya untuk menyampaikan makna.
Idiom merupakan salah satu kajian semantik yang perlu diteliti. Setiap
negara memiliki idiom, dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jepang juga memiliki
idiom yang memiliki perbedaan dan persamaan dalam bahasa Indonesia terdapat 6
jenis idiom yaitu, bagian tubuh manusia, nama warna, nama binatang, nama
benda-benda alam, nama bagian tumbuh-tumbuhan, dan kata bilangan, begitu pula dengan
bahasa Jepang. Dalam bahasa Jepang idiom diartikan sebagai kanyouku (慣用句) yang memiliki peran penting dalam komunikasi sehari-hari. Idiom hadir setiap saat
manusia berkomunikasi antara satu dengan yang lain dalam kegiatan sehari-hari,
baik lisan maupun tulisan.
Kridalaksana (1993:82) menyatakan bahwa idiom adalah (a) kontruksi dari
unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang
ada hanya karena yang lain, (b) kontruksi yang maknanya tidak sama dengan
gabungan makna anggota-anggotanya. Djajasudarma (1993:16) menyatakan
idiomatik adalah makna leksikal yang terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang
disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula memenghasilkan makna yang
berlainan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia idiom adalah kontruksi yang
Sedangkan ahli lingustik Jepang Matsuura dalam Kokugo Jiten (1997:303)
menyatakan bahwa idiom adalah:
二 以上 単語 連結 結果 語 分解 出来 別 意 味 全体 表
Idiom adalah hasil dari dua kata atau lebih yang bergabung, yaitu tidak bisa diuraikan, dan secara keseluruhan menyatakan arti yang berbeda.
Sedangkan idiom menurut Muneo (1992:i) sebagai berikut:
慣用句 私 日常 会話 文章 中 数多 使わ い
い い短い言葉 時 所 合わ 適切 使う 文章
会話 表現 生 生 豊
Idiom banyak sekali digunakan dalam kalimat dan percakapan sehari-hari. Biasanya berupa kata-kata pendek, tetapi apabila digunakan sesuai dengan waktu dan tempat dapat memperkaya bahasa dan makna ungkapan menjadi semakin beragam.
Menurut Momiyama (1996:29) menyatakan bahwa makna idiom adalah
makna dari gabungan dua kata atau lebih yang sudah di tetapkan dan makna idiom
yang di hasilkan tidak bisa dicerna dari makna leksikal maupun makna gramatikal
gabungan kata pembentukan idiom
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan idiom adalah makna
gabungan dari dua kata atau lebih yang tidak bisa diuraikan dan makna idiom yang
dihasilkan tidak bisa dicerna dari makna leksikal maupun makna gramatikal, idiom
merupakan kata-kata pendek yang digunakan sesuai dengan waktu dan tempat
Dalam komunikasi, masyarakat penutur ingin mengungkapkan kalimat yang
bukan makna sebenarnya (makna idiomatikal) mereka sering mengunakan idiom
sebagai saranan komunikasi untuk tujuan supaya lawan bicara tidak tersingung,
Karena idiom merupakan salah satu cara untuk menperhalus kalimat (sindiran
secara halus), dengan kebiasan masyarakat yang sangat suka memuji orang lain
dan juga sangat menjaga perasaan lawan bicara.
Oleh karena itu idiom merupakan salah satu cara untuk memperhalus dalam
percakapan sehari-hari. Sehingga tercipta nuansa positif, artinya tidak ada yang
tersakiti oleh ucapan dari penutur, walapun tidak semua idiom mengandung makna
yang positif pada situasi pengunanya.
Pada penelitian ini penulis akan mencoba menganalisis makna idiom yang
hanya memitikberatkan pada salah satu unsur pembentukan yaitu idiom bahasa
Jepang yang menggunakan unsur nama hewan. Seperti telah diketahui hewan
merupakan salah satu makluk yang saling berdampingan dengan manusia, oleh
karena itu perlu dilakukannya penelitian khususnya mengenai idiom bahasa Jepang
yang berasal dari unsur nama hewan.
1.1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang penulis utarakan di atas maka dalam
penelitian ini penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
(2) Bagaimana makna leksikal dan makna idiomatikal yang terbentuk
dari idiom yang mengunakan nama hewan
1.2. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan ini adalah untuk
menganalisis:
(1) Mendeskripsikan makna idiom yang terbentuk dari nama hewan
(2) Mengkaji makna idiomatikal yang terkandung dalam idiom yang
mengunakan nama hewan.
1.3. Ruang Lingkup
Penulisan ini berada dalam kajian semantik yang membatasi hanya pada
idiom bahasa Jepang yang mengunakan nama hewan dan penelitian hanya berfokus
pada makna leksikal dan makna idiomatikal saja.
1.4. Medote Penetilian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Metode deskriptif
kualitatif merupakan metode penelitian yang dilakukan semata-mata hanya
berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup
pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau dicatat berupa data.
Sumber data di dapat dari kamus Reikai Kanyouku Jiten, Animal Idiom, 101
Japanese Idiom. Selanjutnya objek data dalam penelitian ini adalah idiom bahasa
1.4.1. Metode Pengumpulan Data
Metode penyediaan data yaitu mengumpulkan data atau informasi dari
beberapa sumber yang mendukung penelitian yang merupakan dasar dari analisis
penelitian. Penulis menggunakan teknik catat. Teknik catat adalah pencatatan pada
kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi (Sudaryanto, 1993:135). Data
untuk selanjutnya dianalisis yang diperoleh dari Reikai Kanyouku Jiten, Animal
Idiom, 101 Japanese Idiom.
Setelah semua data terkumpul penulis akan menyortir data tersebut serta
menterjemahkannya untuk memudahkan dalam penelitian ini.
1.4.2. Medote Analisis Data
Penulis menggunakan data yang telah tersaji secara semantik, yakni
menganalisis makna dan struktur pembentukannya dari data. Makna dari sebuah
idiom adalah makna leksiakal dan makna idiomatikal. Penulis menganalisis
perluasan makna leksikal dan idiomatikal, idiom bahasa Jepang yang menggunakan
nama hewan.
1.4.3. Metode Penyajian Analisis Data
Dalam penyajian penulis menggunakan medote informal dengan
merumuskan menggunakan kata-kata biasa (Sudaryanto dalam Mahsun, 2005:116).
Dengan medote ini, penulis berharap mampu menyajikan hasil analisis data dengan
1.5. Manfaat
Terdapat dua manfaat yang dapat diperoleh dalam penulisan analisis ini,
yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis:
1. Manfaat teoritis yang didapat dari penelitian ini adalah memberikan
sumbangsi dalam kajian semantik terutama dalam kajian idiom bahasa
Jepang
2. Mafaat praktis yang dapat dari penelitian ini adalah bagi pembelajar
bahasa Jepang dapat menambah wawasan tentang idiom bahasa Jepang
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Pada bab ini berisi latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, ruang lingkup, metode penelitia,
manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
Bab ini berisi tinjauan pustaka atau penelitian
terdahulu yang berhubungan dengan idiom bahasa
Jepang yang mengunakan nama hewan, sedangkan
kerangka teori membahas mengenai definisi makna
dan idiom, bentuk idiom, klasifikasi idiom, dan
fungsi idiom.
Bab III : Pemaparan Hasil dan Pembahasan
Bab ini berisi analisis, pembahasan bentuk struktur, makna leksikal dan makna idiomatikal, serta dilihat
berdasarkan makna dan artinya.
Bab IV : Penutup
Bab ini berisi simpulan secara keseluruhan dari
BAB II
Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
2.1 Tinjauan Pustaka
Jenis dan jumlah idiom bahasa Jepang sangatlah banyak salah satunya idiom
dengan unsur nama hewan, maka banyak pula penelitian tentang makna idiom dari
berbagi macam yang dibahas dari makna leksikal dan makna idiomatikal, juga gaya
bahasa pada idiom tersebut. Salah satunya skripsi Natasha (2012) dengan judul
“Analisis Idiom Bahasa Jepang Yang Menggunakan Unsur Binatang (Kajian
Semantik)”. Pada penelitianya mengunakan metode pendekatan kualitatif yang
bersifat deskriptif dalam penelitiannya mengunakan 5 langkah yaitu (1) mengetahui
adanya masalah, (2) mengindetifikasi masalah,(3) memperkirakan alat untuk
memecahkan masalah seperti teori dan hipotesis, (4) mengambil dari pengolahan
data sebagai bukti, (5) menyimpulkan. Pada penelitiannya memiliki dua rumusan
masalah yaitu (1) makna apakah yang timbul dari idiom bahasa jepang dengan
mengunakan unsur binatang, (2) apakah makna idiom tersebut berhubungan dengan
karakteristik binatang tersebut. Pada analisisnya menyimpulkan 4 hubungan idiom
dengan karakteristik binatang yaitu (1) idiom yang mengunakan binatang kucing
memiliki kaitan yang erat dengan manusia, kucing merupakan binatang peliharaan
dan memiliki arti penting secara spritual bagi masyarakat Jepang, (2) idiom yang
mengunakan binatang ular memiliki peran penting pada masyarakat Jepang, dan
ayam memiliki kesan yang akrab dengan kehidupan sehari-hari dalam masyarakat
mulai dari menjadi binatang ternak sampai menjadi makanan yang dikonsumsi oleh
manusia, (4) Idiom yang menggunakan ikan mas memiliki makna yang penting
dalam kehidupan masyarakat Jepang seperti binatang yang dapat dipelihara di
rumah dan menjadi lambang saat festival musim panas.
2.2 Kerangka Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini mencakup semantik, idiom, bentuk
idiom, klasifikasi idiom
2.2.1 Makna
Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani sema (kata
benda) berarti tanda atau lambang. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti
menandai atau melambangkan. Jadi kajian semantik adalah ilmu yang
memepelajari hubungan antara tanda-tanda lingustik dengan hal yang ditandainya.
Seperti yang dikemukan oleh Saussure dalam Chaer (1990:2), yaitu terdiri dari (1)
komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa, dan (2)
komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Kedua
komponen ini adalah merupakan tanda atau lambang, sedangkan yang ditandai atau
dilambanginya adalah sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut
Menurut Sutedi (2004:103) semantik (imiron) merupakan salah satu cabang
lingustik (gengogaku) yang mengkaji tentang makna. Objek kajian semantik antara
lain kata (go no imi) antar satu kata dengan kata yang lainnya, makna frase dalam
suatu idiom (ku no imi), makna kalimat (bun no imi).
Makna adalah maksud pembicara atau kelompok manusia yang merupakan
hubungan dalam arti kesepadaan atau ketidaksepadaan antara bahasa dan alam,
diluar bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkan (Kridalaksana
1983:103). Makna memiliki banyak jenis diantaranya: makna leksikal, makna
gramatikal, makna referensial dan non referensial, makna denotatif, makna
konotatif, makna konseptual, makna asosiatif, makna idiomatik, makna pribahasa,
makna kias, makna kolusi, ilikusi, dan perlokusi. Makna yang dibahas penelitian
ini adalah leksikal dan makna idiomatikal.
Makna leksikal adalah bentuk ajektif yang dituturkan dari bentuk nonima
leksikon (kosakata). Satuan leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk Bahasa
yang bermakna. Makna leksem dapat disamakan dengan kata. Makna leksikal
adalah makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera atau makna yang
sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan (Chaer:60). Sedangkan menurut
(Kridalaksana 1984:114) leksikal (lexical) bersangkutan dan leksem, kata atau
leksikon dan bukan dengan gramatikal. Dalam Bahasa Jepang makna leksikal
referensinya sebagai hasil pengamatan indera dan terlepas dari unsur gramatikalnya,
atau bisa juga dikatakan sebagai makna asli suatu kata.
Makna idiomatikal adalah makna leksikal yang terbentuk dari beberapa kata
yang disusun dengan kombinasi kata lain yang dapat menghasilkan makna baru
yang berbeda dari makna leksikal kata tersebut (Djajasudarma 1999:16).
Sedangkan menurut Chaer (2013:74) menyatakan makna idiomatikal adalah
satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frasa, maupun kalimat) yang maknanya
tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsurnya mamupun makna
gramatikal satuan-satuan tersebut. Misal sekelompok leksem tersebut membentuk
sebuah makna yang baru terlepas dari makna leksikal dari tiap-tiap leksem tersebut.
2.2.2 Idiom
Istilah idiom berasal dari bahasa Yunani yang berarti “sendiri, khas, khusus”.
Idiom merupakan salah satu bentuk ekspresi bahasa. Artinya bahasa merupakan
manifestasi kehidupan (kebudayaan) masyarakat pemakainya. Oleh karena itu,
idiompun merupakan salah satu manifestasi kehidupan (kebudayaan) masyarakat
pemakainya (Sudaryat 2008:81).
Chaer (2013:74) menyatakan makna idiomatikal adalah satuan-satuan bahasa
(bisa berupa kata, frasa, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat diramalkan
dari makna leksikal unsur-unsurnya mamupun makna gramatikal satuan-satuan
tersebut. Sedangkan menurut Keraf (1985:109) idiom juga bisanya berbentuk frasa
bertumpuan pada makna kata-kata membentuknya. Sedangkan makna idiomatikal
adalah makna sebuah satuan bahasa yang menyimpang dari makna leksikal atau
makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Untuk megetahui makna idiom
sebuah kata tidak ada jalan selain mencarinya dalam kamus.
Isitilah idiom dalam bahasa Jepang disebut kanyouku. Beberapa pengertian
kanyouku dalam bahasa Jepang. Diantaranya menyatakan idiom adalah hasil dari
dua kata atau lebih yang bergabung, yaitu tidak bisa diuraikan, dan secara
keseluruhan menyatakan arti yang berbeda (Matsuura 1997:303), sedangkan
Momiyama (1996:29) menyatakan bahwa makna idiom adalah makna dari
gabungan dua kata atau lebih yang sudah ditetapkan dan makna idiom yang di
hasilkan tidak bisa di cerna dari makna leksikal maupun makna gramatikal
gabungan kata pembentukan idiom. Berdasarkan definisi penulis bisa
menyimpulkan bahwa idiom adalah dua buah kata atau lebih yang maknanya tidak
bisa diramalkan atau di tebak maknanya. Makna yang terbentuk bisa dipahami
melalui pendekatan sosio-kultur karena idiom berkaitan dengan rasa bahas, dan
nilai kebudayaan yang bersangkutan.
2.2.3 Bentuk Idiom
Menurut Chaer (2013:75) ada dua macam bentuk idiom, yaitu idiom penuh
a. Idiom Penuh
Idiom penuh adalah idiom yang maknanya sama sekali tidak bisa di ramalkan
lagi unsur-usurnya. Dalam idiom penuh maknanya menyatu dan tidak bisa
ditafsirkan dengan makna pembentuknya, seperti misalnya pada contoh kepala
dingin. Terbentuk dari frasa kepala yaitu bagian tubuh yang di atas leher pada
manusia dan hewan merupakan tempat otak dan pusat jaringan saraf dan beberapa
pusat indera, dan dingin adalah bersuhu rendah apabila dibandingkan dengan suhu
tubuh manusia. Ketikal leksem kepala dan dingin bergabung akan menjadi makna
yang baru dan terbentuk kepala dingin yang memiliki makna idiomatikal tenang.
Dikatakan idiom penuh karena semua frasa pada idiom tersebut mengalami
perubahan atau pergeseran makna.
Dalam bahasa Jepang, salah sat contoh idiom penuh hara ga tatsu yang secara
leksikal memiliki arti ‘perut berdiri’ sedangkan makna idiomatikalnya ‘marah’.
Dalam idiom hara ga tatsu makna idiomatikalnya tidak lagi tergambar dari makan
leksikalnya karena secara harfiah seseorang yang sedang marah tidak ada
hubungannya dengan perut yang sedang berdiri. Seperti makna idiom tade kuu
mushi mo suki zuki secara makna leksikal memiliki makna ‘beberapa hama lebih
menyukai makanan pahit’, sedangkan makna idiomatikalnya ‘tidak ada perhitungan
untuk seleranya’. Dilihat dari maknanya beberapa hama lebih suka makanan pahit
b. Idiom Sebagian
Idiom sebagian adalah idiom yang maknanya masih memiliki unsur makna
leksikal. Dalam idiom sebagian maknanya masih bisa ditafsirkan dengan makna
pembentukannya, seperti misal pada contoh suara emas, terbentuk dari frasa suara
yang artinya bunyi yang dikeluarkan dari mulut manusia, dan emas adalah metal
cairan logam berwarna keemasan untuk melapisi perhiasaan. Ketika leksem suara
dan emas bergabung, terbentuklah makna baru yaitu suara emas yang memiliki
makna idiomatikal ‘suara yang indah’. Dikatakan idiom sebagian karena hanya
salah satu unsur tidak mengalami pergeseran atau maknanya tidak berubah.
Dalam bahasa Jepang salah satu contoh idiom sebagian adalah ka no naku
youna koe. Secara makna leksikal memiliki makna ‘seperti suara nyamuk’, dapat
dilihat dari makna idiomatikal yang memiliki arti ‘suara samar-samar’. Kata suara
tidak mengalami perubahan atau pergeseran makna, makna idiom ini masih
mengambarkan salah satu unsur pembentukannya.
2.2.4 Klasifikasi Idiom
Idiom memiliki jumlah yang sangat banyak, sehingga banyak pembelajar
bahasa Jepang dan penutur banyak mengalami kesulitan ketika memahami suatu
idiom. Untuk memudahkan pembelajar bahasa Jepang dan penutur pemakainya,
idiom di kelompokan menjadi beberapa jenis. Berikut beberapa klasifikasi idiom
kemudian klasifikasi idiom di tinjau dari arti maknany, dan klasifikasi idiom dilihat
dari kelas kata yang membentuknya.
1. Jenis Idiom Berdasarkan Unsur Pembentukan
Menurut Sudaryat (2008:81-88), sumber lahirnya idiom adalah pengalaman
kehidupan masyarakat pemakainya yang terdiri dari 6 (eman) unsur pembentukan:
a. Idiom dengan bagian tubuh
Idiom dengan bagian tubuh dalam bahasa Indonesia memiliki frasa
tulang rusuk yang memiliki arti jodoh. Selain itu contoh lain dari idiom yang
mengandung unsur tubuh yaitu ringan tangan yang memiliki makna suka
membantu. Dari idiom tulang rusuk dan ringan tangan keduanya memiliki
usnur tubuh dari salah satu pembentukan idiom tersebut yaitu tulang dan
tangan. Dalam bahasa Jepang contoh idiom dengan bagaian tubuh adalah
kao ga hiroi. Idiom kao ga hiroi memiliki makna leksikal ‘muka lebar’,
sedangkan makan idiomatikalnya adalah ‘seseorang terkenal’, idiom ini
terbentuk dari kata kao ‘muka’ yang merupakan bagian tubuh yang berada
di kepala. Lalu kuchi ga umai yang memiliki makna leksikal ‘mulut pintar’,
sedangkan makna idiomatikalnya ‘pandai berbasa-basi’, pada idiom
tersebut terdapat kata kuchi ‘mulut’ yang merupakan bagian dari tubuh
b. Idiom dengan nama warna
Idiom dengan nama warna dalam bahasa Indonesia seperti frasa
meja hijau yang artinya pengadilan, kemudian frasa merah padam yang
artinya marah. Idiom meja hijau dan merah padam keduaya memiliki unsur
warna yaitu merah dan hijau. Dalam bahasa Jepang contoh idiom dengan
nama warna adalah shiri ga aoi, idiom shiri ga aoi memiliki makna leksikal
‘patatanya biru’, sedangkan makna idiomatikalnya ‘masih anak-anak,
belum dewasa’, idiom ini terbentuk dari kata aoi ‘biru’ yang merupakan dari
salah satu nama warna. Lalu sekimen no itari yang memiliki makna leksikal
‘wajah yang sangat merah’, sedangkan makna idiomatikal ‘kehilangan
harga diri’, pada idiom tersebut terdapat kata itari ‘merah’ yang merupakan
salah satu nama warna.
c. Idiom dengan nama hewan
Idiom dengan nama hewan dalam bahasa Indonesia seperti frasa
tikus kantor yang artinya koruptor, kemudian frasa kambing hitam yang
artinya orang yang dipersalahkan. Idiom tikus kantor dan kambing hitam
keduanya memiliki unsur hewan yaitu tikus dan kambing. Dalam bahasa
Jepang contoh idiom dengan nama hewan adalah neko no hitai, idiom neko
no hitai memiliki makna leksikal ‘dahi kucing’, sedangkan makna
idiomatikalnya ‘sangat sempit’, idiom ini terbentuk dari kata neko ‘kucing’
d. Idiom dengan bagian tumbuh-tumbuhan
Idiom dengan unsur tumbuh-tumbuhan dalam bahasa Indonesia
seperti frasa sebatang kara yang memiliki makna hidup seorang diri,
kemudian frasa bunga kampung yang memiliki makna gadis tercanti
dikampung kedua frasa tersebut memiliki unsur tanaman yaitu bunga dan
sebatang yang merupakan nama-nama dari tanaman. Dalam bahasa Jepang
contoh idiom dengan unsur bagian tumbuhan adalah take o watta yo, idiom
take o watta yo memiliki makna leksikal ‘mematahkan bambu’, sedangkan
makna idiomatikalnya ‘jujur, tegas, berwibawa’. Idiom ini terbentuk dari
unsur kata take ‘bambu’ yang merupakan salah satu nama tumbuhan.
e. Idiom dengan bilangan
Idiom dengan nama bilangan dalam bahasa Indonesia seperti frasa
diam seribu bahasa yang memiliki makna diam, tidak bicara sama sekali,
kemudian tiada duanya yang artinya tidak ada bandingannya, kedua frasa
tersebut memiliki unsur seribu dan dua yang merupakan nama bilangan.
Dalam bahasa Jepang contoh idiom dengan nama bilangan adalah happo
bijin memiliki makan leksikal ‘sebuah keindahan di delapan arah mata
angin’, sedangkan makna idiomatikalnya ‘seseorang yang mencari
unsur kata happo ‘delapan arah mata angin’ yang merupakan salah satu
nama bilangan.
f. Idiom dengan nama benda-benda alam
Idiom dengan nama benda-benda alam dalam bahasa Indonesia
seperti frasa tanah tumpah darah yang memiliki arti tanah tmpat lahir,
kemudian kabar angin yang memiliki makna desas-desus, kedua frasa
tersebut memiliki unsur benda-benda alam yaitu tanah dan angin yang
merupakan nama-nama benda alam. Dalam bahasa Jepang contoh idiom
dengan nama benda-benda alam adalah abura o uru yang memiliki makna
leksikal ‘menjual minyak’, sedangkan makna idiomatikalnya ‘pemalas’.
Idiom ini terbentuk dari unur kata aburu ‘minyak’ yang merupakan hasil
alam.
2. Jenis Idiom Berdasarkan Arti dan Maknanya
Dilihat dari arti dan makannya berdasarkan Inoue (1992:iv-xi) idiom terdiri dari :
a. Kankaku, kanjo o arawasu kanyouku
Idiom yang menyatakan indera dan perasaan atau emosi.
b. Karada, seikaku, taido o arawasu kanyouku
Idiom yang menyatakan tubuh, sifat, dan tingkah laku
c. Koui, dousa, koudou o arawasu kanyouku
d. Joutai, teido, kachi o arawasu kanyouku
Idiom yang menyatakan kondisi, tingkatan, nilai atau harga
e. Shakai, bunka, seikatsu o arawasu kanyouku
Idiom yang menyatakan masyarakat, kebudayaan, dan kehidupan
3. Dilihat Dari Kelas Kata Pembentukan
Miharu (2003:124) dalam yoku wakaru goi bahwa terdapat tiga pola
konstruksi idiom, yaitu:
a. Idiom Verba
Idiom verba adalah idiom yang pembentukannya terdiri dari nomina dan verba,
seperti contoh atama ni kuru memiliki makna leksikal yang berarti kepala datang,
sedangkan makna idiomatikalnya yang berarti menjadi marah atau menjengkelkan.
b. Idiom Adjektiva
Idiom adjektiva adalah idiom yang pembentukannya terdiri dari nomina dan
adjektiva, seperti contoh kuchi ga karui memiliki makna leksikal yang berarti mulut
yang bercahaya, sedangkan makna idomatikalnya yang berarti berbicara tanpa
berpikir dahulu
c. Idiom Nomina
Idiom nomina adalah idiom yang pembentukannya terdiri dari nomina dan
nomina, seperti contoh uri futatsu memiliki makna leksikal yang berarti dua buah
2.2.5 Fungsi Idiom
Idiom merupakan gabungan dari beberapa buah kata dan mempunyai arti
yang khusus dengan kata lain tidak diartikan hanya dengan menyambung arti
kata-kata yang menjadi unsur pembentukannya seperti yang diungkapkan oleh Inoue
(1992:i) :
慣用句 私 日常 会話 文章 中 数多 使わ い
い い短い言葉 時 所 合わ 適切 使う 文章
会話 表現 生 生 豊
Idiom banyak sekali digunakan dalam kalimat dan percakapan sehari-hari. Biasanya berupa kata-kata pendek, tetapi apabila digunakan sesuai dengan waktu dan tempat dapat memperkaya bahasa dan makna ungkapan menjadi semakin beragam.
Dalam buku Bahasa Jepang (Garrison, 2006: 143), menjelaskan bahwa fungsi
idiom adalah untuk menyampaikan maksud secara langsung tanpa harus berbicara
berputar-putar, dan juga dapat membumbuhi dan menghidupkan tuturan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa idiom berfungsi untuk percakapan sehari-hari, digunakan
dalam menyusun kalimat yang lebih indah serta dapat menghidupkan tuturan dalam
BAB III
Struktur Makna dan Makna Idiom Bahasa Jepang yang Terbentuk dari Nama Hewan
Idiom yang menggunakan nama hewan sangatlah banyak, namun yang
masih sering digunakan oleh masyarakat Jepang hanya beberapa saja. Dalam
penelitian ini ditemukan 38 idiom yang masih digunakan hingga sekarang, yang
terdiri dari 20 idiom hewan darat yang meliputi kucing, kuda, anjing, sapi, tikus,
dan ular, 11 idiom hewan yang dapat terbang yang meliputi burung dan serangga,
dan 7 idiom hewan yang hidup di air meliputi ikan, katak, dan gurita.
Pada idiom bahasa Jepang memiliki struktur pembentukannya yaitu terdiri
dari 3 jenis yang meliputi, idiom nomina, idiom verba, dan idiom adjektiva. Serta
berdasarkan makna dan artinya idiom bahasa Jepang terdiri dari 5 kelompok yaitu¸
idiom yang menyatakan makna indera perasaan atau emosi, idiom yang menyatakan
tubuh sifat tingkah laku, idiom yang menyatakan kelakuan gerak tindakan, idiom
yang menyatakan kondisi tingakatan nilai atau harga, dan idiom yang menyatakan
masyarakat kebudayaan dan kehidupan.
3.1 Struktur Pembentukan Idiom Yang Menggunakan Nama Hewan
3.1.1 Idiom Yang Berstruktur N+N 1. Neko ni koban
2. Neko ni katsuobushi
3. Kingyo no fun
4. Ushi no ayumi
5. Neko mo shakushi mo
Pada idiom di atas merupakan idiom yang termasuk dalam jenis kelas kata
meishi kanyouku yaitu idiom nomina yang kontruksinya terdiri dari nomina dan
nomina. Pada idiom (1) dan (2) dihubungkan dengan partikel ni yang merupakan
partikel yang menunjukkan menghadap/menunjuk ke suatu arah, sasaran, tempat
dsb. Pada idiom neko ni koban partikel ni menunjukkan arah pemberian yaitu
kepada kucing, sama juga pada idiom neko ni katsuobushi partikel ni juga
menunjukkan arah pemberian yaitu kepada kucing. Pada idiom (3) dan (4)
dihubungkan dengan partikel no. Pada idiom neko no fun partikel no menunjukkan
kepemilikan, sedangkan pada idiom ushi no ayumi partikel no menunjukkan
nomina pertama menerangkan nomina dibelakang. Pada idiom (5) dihubungkan
dengan partikel mo. Idiom neko mo shakushi mo partkel mo pada idiom tersebut
3.1.2 Idiom Yang Berstuktur N+V
1. Neko o kaburu
2. Saba o yomu
3. Uma ga au
4. Oni ga deruka hebi deruka
5. Shiriuma ni noru
Pada idiom diatas merupakan idiom yang termasuk kedalam jenis kelas kata
doushi kanyouku yaitu idiom verba yang kontruksinya terdiri dari nomina dan verba.
Pada idiom (1) dan (2) dihubungkan dengan parikel o. Pada idiom neko o kaburu
partikel o pada idiom tersebut vkaburu mempunyai arti yang biasa disandingkan
dengan partikel o, sedangkan pada idiom saba o yomu partikel o menunjukkan
objek dari suatu perbuatan. Pada idiom (3) dan(4) dihubungkan dengan partikel ga.
Pada idiom uma ga au partikel ga menunjukkan subjek dari verba intrasitif, verba
intrasitif yaitu kata kerja yang tidak memerlukan objek dalam kalimatnya.
Sedangkan pada idiom oni ga deruka hebi ga deruka partikel ga menunjukkan kata
ganti tanya yang berfungsi sebagai sabjek. Pada idiom (5) dihubungkan dengan
partikel ni. Pada idiom shiriuma ni noru partikel ni menunjukkan pada apa yang
3.1.3 Idiom Yang Berstruktur N+A 1. Mushi ga ii
Pada idiom diatas merupakan idiom yang termasuk kedalam jenis kelas kata
keiyoushi kanyouku yaitu idiom adjektiva yang kontruksinya terdiri dari nomina
dan adjektiva. Pada idiom mushi ga ii memiliki partikel ga yang menunjukkan
memiliki suatu sifat atau keadaan.
3.2 Makna Leksikal dan Makna Idomatiakal 3.2.1 Idiom Hewan Yang Hidup Di Darat A. Kucing
1. Idiom dengan nama hewan kucing yang memiliki arti “tidak berguna”
々木さ こ 息子さ グラン アノ 買
息子さ 音楽 全 興味 い い 猫
小 あ こ
Sasakisan no tokoro ne, musuku no tame ni gurando piano o katta n daitte. Demo musukosan wa ongaku ni wa mattaku kyoomi ga nai mitai yo. Neko no koban to wa ano koto ne.
Dengar-dengar sasaki membeli piano untuk anaknya, tapi anaknya itu sama sekali tidak tertarik pada musik. Itu benar-benar tidak berguna bukan?.
(101 Japanese Idiom, 2009: 41)
Pada kalimat diatas idiom neko ni koban memiliki makna leksikal ‘koin mas
dan kucing’ dan makna idiomatikal ‘tidak berguna’. Koban adalah koin emas
berbentuk oval kecil yang beredar di Jepang sebelum restorasi meiji pada tahun
mengahargai sesuatu objek. Berdasakan arti dan maknanya idiom neko ni koban
yang memiliki makna ‘tidak berguna’ yang menyatakan suatu tingkatan nilai yang
sangat rendah. Hal ini dapat dilihat bahwa idiom neko ni koban menyatakan suatu
tinggkatan nilai yang sangat rendah. Seperti yang terlihat pada contoh kalimat (1)
yang menunjukkan bahwa barang yang dibelinya hanya akan menjadi barang yang
sia-sia karena sang anak tidak berminat untuk bermain musik.
2. Idiom dengan nama hewan kucing yang memiliki arti “sempit”
A : 新 い庭 家 移 ? A : Atarashi niwatsuki no uchi ni utsuttan desutte?
A : Saya dengar anda pindah ke rumah keluarga dengan halaman tunggal
B : い 庭 言え う ほ 猫 う 裏庭 い 程度
B : Iya ne, niwa to ieru ka dooka,honno neko no hitai no yoona uraniwa ga tsuiteru teido nanda.
B : Ya, ini halaman belakang yang sangat sempit, tapi saya tidak yakin bisa menyebutnya halaman.
(101 Japanese Idiom,2009:63)
Pada kalimat diatas idiom neko no hitai memiliki makna leksikal ‘dahi kucing’
dan makna idiomatikal ‘sempit’. Diketahui kucing tidak memiliki dahi yang lebar,
ungkapan ini melebih-lebihkan ketidakmampuan sebuah ruang, orang Jepang
biasanya sering mengucapkan neko no hitai saat calon pembeli rumah melihat
halaman rumah yang akan mereka beli. Berdasarkan artinya idiom neko no hitai
yang memiliki makna ‘sempit’ meyatakan keadaan atau kondisi dari suatu tempat.
halaman rumahnya sangat sempit bahkan penghuninya pun enggan menyebutnya
sebuah halaman.
3. Idiom dengan nama hewan kucing yang memiliki makna “berubah-ubah”
彼 言うこ 猫 目 う 変わ 信 いほう いい
Kare no iu wa neko no me youni kawaru kara, shinjinai hou ga ii desu yo. Apa yang dia katakan selalu berubah-ubah jadi lebih baik tidak mempercayainya.
(AI,1996:54)
Pada kalimat diatas idiom neko no me memiliki makna leksikal ‘mata
kucing’ dan makna idiomatikal ‘berubah-ubah’. Seekor kucing dapat merubah
matanya sesuatu keadaan tertentu, pada saat kucing tersebut berada dalam ruang
gelap dan matanya tersorot cahaya seketika matanya berubah warna dan pada saat
kucing tersebut dalam kondisi yang tertekan. Berdasarkan makna dan artinya idiom
neko no me termasuk kedalam kelompok yang menunjukkan kodisi atau keadaan.
Hal ini dapat dianalisis bahwa idiom neko no me menyatakan suatu keadaan yang
seketika berubah. Seperti yang terlihat pada contoh kalimat (3) yang menyatakan
bahwa apa yang dikatakannya selalu berubah-ubah, lebih baik untuk tidak
mempercayainya.
4. Idiom dengan nama hewan kucing yang memiliki makna “semua orang”
A : 最近 ス ー 丈 少 短 う
A : Saikin mata sukaato take ga sukoshi mijikaku natta yoo ne.
B : う こ 又 猫 杓子 短いス ー
個性 い わ 全
B : Soo na no yo. Kareda mata, neko mo shakushi mo mijikai sukaato ni naru ndesho. Kosei ga nakute iya ni naru wa ne, mattaku
B : Kamu juga memperhatikan?, sekarang semua orang akan mengenakan rok pendek. Sama sekali tidak ada gaya yang lain, aku benci itu.
(101 Japanese Idiom, 2009:59)
Pada kalimat diatas idiom neko mo shakushi mo memiliki makna leksikal
‘kucing dan sendok nasi’ dan makna idiomatikal ‘setiap orang’. Menurut etimologi
rakyat Jepang sendok nasi melambangkan ibu rumah tangga, pada zaman dahulu
sendok nasi memiliki bentuk panjang ini sering digunakan untuk memasak. Jika
melihat kebiasaan ibu rumah tangga itu selalu memengang sendok nasi tersebut,
maka kebiasan itu menjadi hal yang biasa terjadi dan setiap orang pasti mengehatui
kebiasaan tersebu, sama halnya jika kita mendengar kata wanita, pasti akan selalu
dihubungkan dengan dapur, jadi ungkapan itu berarti ‘setiap orang’. Berdasarkan
makna dan artinya idiom neko mo shakushi mo termasuk dalam kelompok yang
menunjukkan kondisi aau keadaan. Hal ini dapat dianalisis bahwa idiom neko mo
shakushi mo menyatakan suatu keadaan dimana semua orang mengetahui tentang
apa yang sedang terjadi. Seperti yang terlihat pada contoh kalimat (4) bahwa semua
orang sedang menyukai tren rok pendek.
5. Idiom dengan nama hewan kucing yang memiliki makna “kecerobohan”
Teeburu no ue ni keeki o oitamama chiisai kodomo ni rusuban o serunante, neko ni katsuobushi to iumonodayo.
Aku meninggalkan kue diatas meja dan membiarkan anak-anak kecil tanpa penjaga, itu adalah suatu kecerobohan.
(http://kotowaza-allguide.com/ne/nekonikatsuobushi.html)
Pada kalimat diatas idiom neko ni katsuobushi memiliki makan leksikal
‘kucing dan ikan kecil’ dan makna idiomatikalnya ‘kecerobohan’. Jika meletakan
ikan kecil didepan seekor kucing maka itu adalah suatu kecerobohan, karena kucing
akan memakan ikan-ikan tersebut. Berdasarkan makna dan artinya idiom neko ni
katsuobushi termasuk dalam kelompok yang menunjukkan kondisi atau keadaan.
Hal ini dapat dianalisi bahwa idiom neko ni katsuobushi menyatakan kondisi yang
bahaya yang disebabkan oleh kecerobohan. Seperti pada contoh kalimat (5) yang
membiarkan anak-anak dan meninggalkan kue diatas meja tanpa ada penjaga
merupaka suatu kecerobohan.
6. Idiom dengan nama hewan kucing yang memiliki makna “pemalu ”
う 子 行 猫 被 急
Uchi no ko wa yosoni iku to neko o kabutte kyuuni otonashirundesu.
Anak saya tiba-tiba menjadi pendiam dan pemalu ketika diajak keluar
(RKJ, 2001: 139)
Pada kalimat diatas idiom neko o kaburu memiliki makna leksikal ‘memakai
kucing’ dan makan idiomatikal ‘pemalu’. Seperti sifat kucing yang dibawa pergi
menjauh dari tempat asalnya dan kucing tersebut belum pernah mengujungi tempat
malu. Berdasarkan makna dan artinya idiom neko o kaburu termasuk kedalam
kelompok yang menunjukkan sifat dari seseorang. Hal ini dapat dianalisi bahwa
idiom neko o kaburu menyatakan sifat manusia yang sudah mendarah daging dan
tidak dapat dirubah. Seperti contoh kalimat (6) anaknya menjadi pemalu ketiak
diajak keluar.
7. Idiom dengan nama hewan kucing yang memiliki makna “merengek”
洋子 猫撫 声 母親 ス
Youko wa neko nade goe de haha oya ni sono doresu wo nedatte.
Yoko memohon pada ibunya dengan suara yang merengek agar dapat dibelikan baju baru.
(AL, 1996:51)
Pada kalimat diatas idiom neko nade goe memiliki makna leksikal ‘suara
kucing yang mengeong’, dan makna idiomatikal ‘merengek’. Jika seekor kucing
mengeluarkan suaranya seperti kucing tersebut memohon untuk meminta sesuatu.
Sama halnya seseorang memohon-mohon untuk meminta sesuatu ia akan
merengek-merengek agara diberikan. Berdasarkan makna dan artinya idiom neko
nade goe termasuk kedalam kelompok yang menyatakan tingkah laku. Hal ini dapat
dilihat bahwa idiom neko nade goe menyatakan tingkah laku yang seketika berubah
menjadi aneh. Seperti pada contoh kalimat (7) Youko merengek agar ibunya
membelikan baju baru.
Dapat disimpulkan pada idiom yang menggunakan nama hewan kucing
sifat seseorang, dapat dilihat pada makna idiomatikalnya kalimat (1) memiliki
makna ‘tidak berguna’, kalimat (2) memiliki makna ‘sangat sempit’, kalimat (3)
memiliki makna ‘berubah-ubah’, kalimat (4) memiliki makna ‘semua orang’,
kalimat (5) memiliki makna ‘kecerobohan’, kalimat (6) memiliki makna ‘pura-pura
tidak tahu’, dan kalimat(7) memiliki makna ‘merengek’. Berdasarkan jenisnya
terdapat dua jenis kelas kata yaitu idiom nomina dan idiom verba. Berdasarkan
makna dan artinya idiom yang mengandung nama hewan terdapat dua kelompok
yaitu yang pertama kelompok idiom yang menyatakan suatu keadaan atau kondisi,
tingkatan, dan sebuah nilai, yang kedua kelompok idiom yang menyatakan tubuh,
sifat dan tingkah laku manusia.
B. Kuda
1. Idiom dengan nama hewan kuda yang memiliki makna “cocok”
年齢 う 彼 妙 馬 合い い 付 合い い い
Nenrei wa chigauga, kare to wa myouni uma ga ai, imadani tsukiai ga tsudzuiteiru.
Meskipun umurnya berbeda, anehnya mereka cocok dan hubungnya masih berlangsung.
(RKJ, 2001:111)
Pada kaliamat diatas idiom uma ga au yang memiliki makan leksikal
‘kudanya cocok’dan makna idiomatikal ‘cocok’. Sama halnya dengan kuda yang
cocok dengan seseorang langsung menuruti segala perintahnya pada idiom ini
menunjukkan bahwa seekor kuda adalah hewan yang mudah deket dengan manusia,
kuda cocok dengan majikannya. Berdasarkan makna dan artinya idiom uma ga au
termasuk kedalam kelompok yang menunjukkan tingkah laku dari seseorang. Hal
ini dapat dianalisis bahwa idiom uma ga au yang menyatakan suatu tingkah laku
seseorang yang mudah bergaul denagn semua orang. Seperti yang terlihat pada
contoh kalimat (1) walaupun umurnya berbeda sangat jauh tetapi mereka sangat
dekat dan cocok sehingga mereka terlihat seperti seumuran.
2. Idiom dengan nama hewan kuda yang memiliki makna “kecerobohan”
こ 大 時期 人 尻馬 乗 騒 立 う こ 慎
い い
Kono daijina jiki ni, hito no shiriuma ni notte sawagitateru youna koto wa tsutsushinde moraitai.
Pada saat yang penting ini saya menahan diri untuk melakukan hal yang ceroboh
(RJK,2001 :245)
Pada kalimat diatas idiom shiriuma no noru memiliki makna leksikal
‘menaiki pantat kuda’ dan makan idiomatikal ‘ceroboh’,. Sama halnya jika
memegang pantat kuda atau menganggunya itu membuat kuda menjadi marah itu
adalah hal yang ceroboh. Berdasarkan makna dan artinya shiriuma no noru
termasuk kedalam kelompok idiom yang menyatakan tindakan. Hal ini dapat
dianalisi bahwa idiom shiriuma no noru yang menyatakan tindakan dari seseorang
yang melakukan kecorobohan. Seperti yang terlihat pada contoh kalimat (2) bahwa
3. Idiom dengan nama hewan kuda yang memiliki makna “tidak dikenal”
結婚前 娘 こ 馬 骨 分 い う 男 あ
いけ
Kekkon mae no musume ga doko no uma no hone da ka wakaranai youna otoko to tsukiatte wa ikemasen yo.
Sebelum menikah, anak perempuan tidak boleh keluar dengan pria yang tidak dikenal.
(101 Japanese Idiom, 2009: 75)
Pada kalimat diatas idiom uma no hone memiliki makna leksikal ‘tulang
kuda’ dan makna idiomatikal ‘seseorang yang tidak diketahui asal usulnya’,
Bayangkan kerangka seekor kuda setelah terkubur di pasir, itu kuda siapa?,
bagaimana dengan tuan kuda?, itulah perasaan dibalik ungkapan ketika
diaplikasikan pada pendatang baru di masayarakat Jepang yang ketat, membawa
konotasi negatif yang berat merujuk pada orang luar. Berdasarkan makna dan
artinya idiom uma no hone termasuk kedalam kelompok yang menunjukkan
tingkah laku. Hal ini dapat dianalisis bahwa idiom uma no hone menyatakan suatu
tingkah laku dari seseorang memandang rendah orang yang baru dikenalnya.
Seperti yang terlihat pada contoh kalimat (3) tidak mengijinakan anak
perempuannya untuk pergi bersama lelaki yang tidak diketahui asal usulnya
sebelum mereka menikah.
4. Idiom dengan nama hewan kuda yang memiliki makna “kerja keras”
彼 死 馬車馬 う 働
Kare wa shinu made basha uma no youni hatarakisuzuketa. Dia bekerja keras hingga akhir hayatnya
Pada kalimat diatas idiom basha uma memiliki makna leksikal ‘kereta kuda’
dan makna idiomatikal ‘kerja keras’. Makna idiom ini menciptakan makna sesorang
bekerja dengan keras, pada dasarnya kuda yang sedang menarik kereta
membutuhkan tenaga yang kuat, jika seseorang memiliki semangat bekerja keras
maka sama halnya kuda yang sedang menari kereta kuda. Berdasarkan makna dan
artinya idiom basha uma termasuk kedalam kelompok yang menunjukkan suatu
sifat. Hal ini dapat dianalisis bahwa idiom basha uma menyatakan sifat dari
seseorang yang memiliki semangat dalam bekerja. Seperti yang terlihat pada contoh
kalimat (4) hingga akhir hayatnya ia bekerja dengan keras.
Dapat disimpulkan pada idiom yang menggunakan nama hewan kuda
memiliki beberapa makna yaitu yang menunjukkan tingkah laku, tindakan, yang
terlihat pada contoh kalimat diatas. Pada idiom (1) memiliki makna ‘cocok’, idiom
(2) memiliki makna ‘kecerobohan’, idiom (3) memiliki makna ‘seseorang yang
tidak dikenal’, dan pada idiom (4) memiliki makna ‘kerja keras’. Hal ini dapat
dilihat bahwa idiom yang menggunakan nama hewan kuda mengandung makna
baik dan buruk. Pada idiom yang menggunakan nama hewan kuda terdapat dua
jenis pembentukan struktur yaitu idiom nomina dan idiom verba. Berdasarkan
makna dan artinya terdapat dua kelompok yaitu idiom yang menyatakan tingkah
C. Sapi
1. Idiom dengan nama hewan sapi yang memiliki makna “lambat”
美術館 行列 牛 歩
Bijutsukan no gyouretsu wa ushi no ayumi datta. Antrian di museum seni itu berjalan sangat lambat.
(AI,1996:23)
Pada kalimat diatas ushi no ayumi memiliki makna leksikal ‘langkah sapi’
dan makna idiomatikal ‘lambat’. Seekor sapi jika berjalan sangatlah lambat
dikarenakan memiliki tubuh yang besar dan hanya makan dan tidur, kita seseorang
yang bekerja sangat lambat disama dengan sapi. Pada idiom ushi no ayumi
berdasarkan artinya termasuk kedalam kelompok yang makna meujukkan tingkatan.
Hal ini dapat dianalisis bahwa idiom ushi no ayumi memiliki makna yang
menyaatakan tingkatan suatu tindakan yang sangat lama. Seperti yang terlihat pada
contoh kalimat (1) bahwa di museum seni antrean yang panjang, dan berjalan
lambat.
2. Idiom dengan nama hewan sapi yang memiliki makna “sesuatu yang
membosankan”
会議 い 牛 涎 う う
Kaigi wa naze itsumo ushi no yodare no youna no darouka. Kenapa rapat selalu berjalan panjang dan lama.
(JK,1997:22)
Pada kalimat diatas ushi no yodare memiliki makna leksikal ‘air liur sapi’
liurnya, air liurnya dapat menempel lama pada mulut sapi, dan pada saat air liurnya
kelur bisa memanjang hingga ke kaki sapi. Berdasarkan makna dan artinya idiom
ushi no yodare termasuk kedalam kelompok kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat
dianalisis bahwa idiom ushi no yodare menyatakan suatu kehidupan yang
berkelanjutan atau dilakukan terus menerus. Seperti yang terlihat pada contoh
kalimat (2) selalu lama dan panjang ketika rapat dimulai.
Dapat simpulkan pada idiom yang menggunakan nama hewan sapi memilki
makna yang menyatakan suatu kehidupan dan suatu tingkatan dalam melakukan
sesuatu, dan kedua contoh idiom diatas memilik persamaan makna yaitu “lambat
atau lama, namun terdapat perbedaan yaitu pada pengunannya. Pada idiom (1)
memiliki makna ‘lambat’ yang menunjukkan suatu tingkatan dari kemampuan
seseorang dan pada idiom (2) memiliki makna ‘panjang dan lama’ yang
menunjukkan suatu hal yang terjadi terus menerus atau sering dilakukan dan
membosankan. Idiom yang menggunakan nama hewan sapi terdapat satu jenis kelas
kata yaitu idiom nomina. Berdasarkan arti dan maknnya terdapat dua kelompok
yaitu yang menyatakan tingkatan dan kehidupan. Idiom yang mengandung unsur
nama hewan sapi tercermin dari sifat dan tingkah laku dari sapi itu sendiri.
D. Anjing
1. Idiom dengan nama hewan anjing yang memiliki makna “jahat”
彼 言 い こ 犬 遠吠え いう 問
Karera ga itte iru koto wa, inu no tooboe to iu yatsu de, mondai ni naranai
Tidak ada permasalahan, tetapi mereka membicaran dengan jahat
(RKJ, 2001 :101) Pada kalimat diatas inu no tooboe memiliki makna leksikal ‘anjing yang
melolong’ dan makna idiomatikal ‘mulut jahat’. Idiom inu no tooboe memiliki
makna makna idiomatikal ‘orang yang bersembunyi dalam bayang-bayang dan
menyalahkan orang lain’ karena setiap anjing yang sedang melolong biasanya tanpa
ada sebab yang ada. Berdasarkan artinya dan maknanya idiom inu no tooboe
termasuk kedalam kelompok yang menunjukkan sifat manusia. Hal ini dapat
dianalisis bahwa idiom inu no tooboe yang menyatakan sifat manusia yang
memiliki mulut jahat. Seperti yang terlihat pada contoh kalimat (1) tidak masalah
yang berarti tetapi orang seklilingnya membicarakan dengan mulut jahat.
2. Idiom dengan nama hewan anjing yang memiliki makna “tidak akur”
伊藤さ 鈴木さ 犬 猿 仲
Itou san to Suzuki san wa inu to saru no naka desu.
Itou dan Suzuki tidak pernah akur seperti anjing dan monyet.
(AI, 1996:18) Pada kalimat diatas inu to saru no naka memiliki makna leksikal ‘hubungan
anjing dan monyet’, dan makna idiomatikal ‘tidak akur’. Ketika seekor monyet dan
anjing bertemu mereka tidak pernah akur atau selalu bertengkar, sama halnya dalam
idiom inu to saru no naka yang memiliki makna ‘tidak akur’. Berdasarkan arti dan
makna idiom inu to saru no naka termasuk kedalam kelompok yang menyatakan
kelakuan. Hal ini dapat dianalisis bahwa idiom tersebut yang menyatakan tindakan
memiliki makna yang sama dengan idiom bahasa indonesia yaitu ‘anjing dan
kucing’ sama-sama memiliki makna tidak pernah akur. Seperti yang terlihat pada
contoh kalimat (2) Itou dan Suzuki tidak pernah akur jika mereka bertemu.
3. Idiom dengan nama hewan anjing yang memiliki makna “menghianati”
さ 秘書 内部告発 う 飼い犬 手 噛 こ
こ
Masaka hisho ga naibu kokuhatsu o shiyou to wa, kaiinunitewokamareru to hako no kotoda
Sekertarisnya menghianati, tak heran jika berniat membuat tuduhan internal
(RKJ,2001 : 218) Pada kalimat diatas Kaiinu ni te o kamareru memiliki makna leksikal ‘tanga
yang digigit oleh anjing peliharannya’ dan makna idiomatikalnya ‘menghianati’.
Idiom tersebut termasuk dalam golongan doushi kanyouku atau idiom verba karena
kontruksiya tediri dari kaiinu ‘anjing peliharaan’ yang merupakan nomina dan te
wo kamareru ‘tangan yg digigit’ yang termasuk dalam kelas kata verba yang
dihungkan dengan partikel ni. Idiom kaiinu ni te o kamareru makna idomatikalnya
adalah ‘dikhianti oleh orang yang telah dibantu’. Kondisi ini sama halnya dengan
idiom diatas bahwa seekor anjing tersebut mengigit tangan orang telah merawatnya.
Berdasarkan arti dan makannya idiom kaiinu ni te wo kamareru termasuk kedalam
kelompok yang menunjukkan makna perbuatan seseorang. Hal ini dapat dianalisi
bahwa idiom kaiinu ni te o kamareru yang menyatakan perbuatan seseorang yang
telah menghianati orang yang telah memberinya kepercayaan. Seperti yang terlihat
pada contoh kalimat (3) bahwa seketarisnya telah menghianati kepercayaan dari
Dapat disimpulkan idiom yang menggunakan nama hewan anjing memiliki
makna yang negatif dapat dilihat pada ketiga contoh kalimat diatas yang memikili
makna idiomatikal yang sama yaitu idiom artinya mengandung unsur negatif. Pada
idiom (1) memiliki makna idiomatikal ‘mulut jahat’, pada idiom (2) memiliki
makna idiomatikal ‘tidak akur’dan pada idiom (3) memiliki makna idiomatikal
‘menghianati. Idiom yang menggunakan nama hewan anjing berdasarkan kelas
katanya terdapat dua jenis struktur pembetukannya yaitu idiom kata benda dan
idiom kata kerja, dan berdasarkan arti dan maknaya idiomyang berunsur hewan
memiliki dua jenis yaitu idiom yang menyatakan tubuh, sifat dan tingkah laku, dan
jenis idiom yang menyatakan kelakuan, gerak, dan tindakan.
E. Ular
1. Idiom dengan nama hewan ular yang mamiliki makna “bahaya atau resiko
yang harus dihadapi”
安定 い 会社勤 自分 業 始 う さ 鬼
出 蛇 出
Antei shite iru kaisha dzutome o yamete, jibun de jigou o hajimeyou. Sate, oni ga deruka hebi gaderuka
Berhenti dari perusahaan yang sudah menetap, dan membuat usaha sendiri, nah apakah dia berhasil atau tidak.
(http://kotowaza-allguide.com/o/onigaderukajyagaderuka.html) Pada kalimat diatas Oni ga deruka hebi ga deruka memiliki makna leksikal
‘yang keluar setan atau ular’ dan makna idiomatikal ‘bahaya atau resiko yang
apa yang sedang menunggu dimasa depan, setan dan ular merupakan hal yang
menakutkan. Berdasarkan arti dan maknanya idiom oni ga deruka hebi ga deruka
termasuk kedalam kelompok yang menunjukkan makna suatu kondisi atau keadaan.
Hal ini dapat dianalisis bahwa idiom oni ga deruka hebi ga deruka yang
menyatakan suatu keadaan atau kondisi dimasa depan yang belum diketahui
kejelasanya. Seperti terlihat pada contoh kalimat (1) yang menyatakan
keputusannya untuk keluar dari perusahan yang telah besar dan memilih untuk
membuat usaha sendiri, apakah akan berhasil di masa depan, itu belum bisa
dipastikan dengan jelas.
2. Idiom dengan nama hewan ular yang mamiliki makna “setengah-setengah”
あ 仕 い 蛇 生殺
Ano hito no shigoto wa itsudemo hebi no namagoroshi desune.
Setiap pekerjaan yang dia lakukan selalu dikerjakan setengah-setengah.
(AI,1996:76)
Pada kalimat diatas hebi no namagoroshi memiliki makna leksikal ‘ular
yang hampir mati’ dan makna idiomatikal ‘setengah-setengah’. Jika seekor ular
hampir mati dikata setengah mati dan setengah hidup tidak jelas terlihat, maka pada
idiom hebi no namagoroshi memiliki makna yang menjelaskan tindakan dari
seseorang yang melakukan sesuatu pekerjaan tidak sepenuh hati. Berdasarkan arti
dan maknya idiom hebi no namagoroshi termasuk kedalam kelompok yang
yang menyatakan suatu tindakan seorang yang mengkira-kira. Seperti yang terlihat
pada contoh kalimat (2) pekerjaan yang dilakuaknnya selalu setengah-setengah,
pernyataan tersbut adalah perkiraan dari seseorang yang melihat pekerjaannya.
3. Idiom dengan nama hewan ular yang mamiliki makna “antrian panjang”
ラーメン屋 前 昼時 長蛇 列
Sono ramen ya no mae wa hirudoki ni naru to chouda no retsu ga dekiru. Selalu ada antrian panjang orang-orang di depan toko ramen itu menjelang makan siang.
(AI,1996:75) Pada kalimat diatas chouda no retsu memiliki makna leksikal ‘barisan ular
panjang’, dan makna idiomatikal ‘antrian panjang’. Ular memiliki tubuh yang
panajng dan lonjong, jika melihat antrian panjang sering disebut antrian yang
mengular, maka idiom chouda no retsu disebut sebagai antrian yang panjang dan
tidak tau dimana ujungnya. Berdasarkan makna dan artinya idiom chouda no retsu
termasuk kedalam kelompok yang menyatakan kondisi atau keadaan. Hal ini dapat
dianalisis bahwa idiom chouda no retsu menunjukkan kondisi yang penuh antrian
manusia. Seperti yang terlihat pada contoh kalimat (3) bahwa terjadi antrian yang
panajng di depan toko ramen selalu terjadi ketika menjelang makan siang.
Dapat disimpulkan pada idiom yang menggunakan nama hewan ular
memiliki beberapa makna yaitu yang menunjukkan suatu ketidakjelasan, perkiraan,
dan menjelaskan situasi yang terlihat pada contoh kalimat diatas. Pada idiom (1)
‘setengah-setengah’, dan pada idiom (3) memiliki makna ‘anterian yang panjang.
Hal ini dapat dilihat bahwa idiom yang menggunakan nama hewan ular tidak selalu
mengandung unsur negatif. Pada idiom yang menggunakan nama hewan ular
terdapat dua jenis pembentukan struktur yaitu idiom verba dan idiom nomina.
Berdasarkan makna dan artinya terdapat dua kelompok yaitu yang menyatakan
kondisi dan menyatkan suatu tindakan.
F. Tikus
1. Idiom dengan nama hewan tikus yang memiliki makna “kondisi yang basah kuyup”
全身 鼠 僕 部屋 前 立 い 彼女 見 時 一瞬 化
Zenshin nurenezumi de boku no heya no mae ni tatte ita kanojo wo mita toki wa isshun obake ka to omotta.
Sesaat aku mengira dia hantu, karena saat aku melihatnya dari depan kamar dia basah kuyup.
(AL, 1996:59)
Pada kalimat diatas idiom nurenezume memiliki makna leksikal ‘tikus yang
basah’, dan makna idiomatikalnya ‘basah kuyup’. Sekor tikus yang masuk kedalam
selokan yang penuh dengan air, kondisi ini membuat tubuhnya menjadi basah.
Sama halnya pada idiom ini memiliki makna idiomatikal ‘basah kuyup’ yaitu
merupakan sebuah perumpamaan yang tampak benar-benar basah dengan pakaian,
ini akan terlihat seperti tikus yang basah karena air. Berdasarkan makna dan artinya
kondisi. Hal ini dapat dilihat bahwa idiom nurenezumi menyatakan suatu kondisi
yang basah kuyup. Seperti yang terlihat pada contoh kalimat (1) yang menunjukkan
kondisi dimana dia mengunakan baju yang basah kuyup, dan seseorang mengiranya
dia adalah hantu.
3.2.2 Idiom Nama Hewan Yang Dapat Terbang
A. Burung
1. Idiom dengan nama hewan burung yang mamiliki makna “jumlah yang
sedikit, kecil”
A : 給料上 ? A : Kyuuryoo agatta n datte?
A : Saya dengar anda mendapat kenaikan gaji, benarkah ? B : い ほ 少
B : Iya, honno sukoshi. B : Benar, hanya sedikit A : い う A : sonna koto nai darou
A : Anda mengaharapkan saya percaya itu
B : 上 上 ほ 雀 涙 え
B : Agatta koto wa agatta kedosa, honno suzume no namida denee. B : iya, mendapat kenaikana gaji, tapi jumlahnya sangat kecil.
(101 Japanese Idiom, 2009:69) Pada kalimat diatas suzume no namida memiliki makna leksikal ‘air mata
burung pipit’ dan makna idiomatikal ‘jumlah yang sangat kecil. Implikasi dari
ungkapan ini tidak cukup, ungkapan ini biasa ditemukan di masyarakat Jepang dan